Tuesday, August 23, 2011

Firman-Ku Akan Terukir Dalam Hatimu - Bagian 2

Ini bukan sesuatu yang engkau miliki. Ini haruslah sesuatu yang menguasaimu. Menguasai setiap pikiranmu, setiap reaksimu, menjadi akar atau dasar dari seluruh keputusanmu, ditanam, dipahat dan dilandasi oleh Firman Tuhan. Alkitab bukanlah buku pegangan yang akan memandu engkau untuk debat-debat teologis. Tetapi itu adalah Firman yang hidup dari Tuhan yang hidup agar kita dapat menjalani hidup yang ilahi. Kecuali Firman itu ada di tempat yang dapat dipakai Tuhan melalui kehidupanmudimana Firman itu dapat direfleksikan, maka jika tidak, engkau seperti sedang meminta kepada Tuhan untuk memberimu makan dari sendok atau wadah yang kosong. Seperti engkau sedang meminta pada seseorang untuk membuat mobilmu berjalan atau mengendarainya bagimu, tetapi engkau tidak mau mengisi bensinnya.
Lambang di antara matamu. Benar sekali! Ini berarti Firman Tuhan itu harus begitu terpatri dalam hatimu, sehingga engkau harus menafsirkan, menilai, melihat, meresponi akan segala sesuatu dalam hidup ini melalui cara-cara Firman, dan bukan sebaliknya, menafsirkan Firman berdasarkan segala sesuatu dalam hidup. Nilai-nilai teologimu seharusnya bukanlah berdasarkan pada pengalaman saja kecuali pengalamanmu dievaluasi atas dasar Firman.
Di ambang pintu rumahmu. Benar sekali! Ini berarti kemanapun engkau melihat, engkau harus melihat Firman Tuhan. Engkau dapat menuliskannya pada kartu-kartu kecil dan menempelkannya di dashboard mobilmu. Engkau dapat merekamnya ke dalam kaset rekaman dan mendengarkannya di mobil. Engkau dapat membuat daftar ayat yang dapat dan telah mengubah hidupmu dan menyimpannya dalam tas, dompet, meja kerja ataupun di laci-laci lemari dapurmu.
Jadi kemanapun engkau pergi, engkau dapat melihat Firman Tuhan. Itu bukanlah sesuatu yang untuk mendapatkannya engkau harus pergi ke gereja. Ulangan 30:11-14 menjelaskan
Ulangan 30: 9-14,
9 TUHAN, Allahmu, akan melimpahi engkau dengan kebaikan dalam segala pekerjaanmu, dalam buah kandunganmu, dalam hasil ternakmu dan dalam hasil bumimu, sebab TUHAN, Allahmu, akan bergirang kembali karena engkau dalam keberuntunganmu, seperti Ia bergirang karena nenek moyangmu dahulu --
10 apabila engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dengan berpegang pada perintah dan ketetapan-Nya, yang tertulis dalam kitab Taurat ini dan apabila engkau berbalik kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu."
11"Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu dan tidak pula terlalu jauh.
12 Tidak di langit tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan naik ke langit untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya?
13 Juga tidak di seberang laut tempatnya, sehingga engkau berkata: Siapakah yang akan menyeberang ke seberang laut untuk mengambilnya bagi kita dan memperdengarkannya kepada kita, supaya kita melakukannya?
14 Tetapi firman ini sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu, untuk dilakukan.
Ketika engkau membutuhkannya, Firman tidak menjadi sesuatu yang baru engkau kejar dan cari di gereja atau di toko-toko buku kristiani atau hanya melalui rekaman-rekaman CD, DVD dsb. atau selalu segera mencari tuntunan dari seorang konselor atau hamba Tuhan. Memang benar Firman Tuhan itu ada di tempat-tempat tersebut tadi, tetapi yang terutama Firman seharusnya sangat dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.
Perhatikan bahwa semua ayat Firman Tuhan di atas menyebutkan supaya menaruh Firman di dalam mulutmu dan di dalam hatimu. Terjemahan yang lebih baik adalah “di ujung lidahmu.” Jadi engkau tidak perlu mencarinya secara membabi buta ketika musuh sedang menyerang. Engkau juga tidak perlu mengejarnya dengan perasaan panik ketika masalah baru muncul, tetapi engkau telah merenungkannya (=bermeditasi) siang dan malam sehingga Firman itu secara otomatis tinggal dan berdiam di dalammu,menguasai pikiranmu dan sebagai akibatnya yang akan senantiasa muncul pertama kali dari pikiranmu sebagai respons atas apapun adalah Firman Allah.
Ini bukanlah sesuatu yang dapat diraih hanya dalam semalam tetapi ini adalah proses seumur hidup. Namun demikian taidak pernah ada kata terlalu terlambat untuk segera memulai. Dan jangan pernah berhenti setelah memulainya. Mazmur 1 menjelaskan perbedaan yang ditimbulkan pada kita:
Mazmur 1:1-4
1 Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
2 tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
3 Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.
4 Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.
Perbedaan antara orang percaya di dalam Tuhan dan orang fasik hanyalah tentang ketergantungan dari apa yang mereka taruh dalam pikiran mereka. Mereka yang menyebut dirinya anak-anak Tuhan secara konsisten, dengan sadar akan menghabiskan waktu untuk merenungkan Firman Tuhan, dan bukannya menghabiskan waktu untuk hal-hal lainnya yang salah atau tidak berguna atau dengan bergaul dengan orang-orang yang salah. Anak-anak Tuhan akan merenungkan Firman Tuhan, lalu menjadikannya sebagai pengalaman pribadi, menjadikannya sebagai rhema, dengan satu tujuan di pikirannya yakni mentaati Firman.
Waktu akan terus berjalan dan jika kemudian sesuatu terjadi padanya. Dia akan menjadi orang yang berbeda. Ia tetap menjadi stabil, seperti pohon. Dia bahkan berbuah, seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air. Ia suka menolong. Buah yang dihasilkannya memberi makan orang lain; ranting-rantingnya menjadi tempat berteduh buat sesamanya.
Mengapa? Apakah karena dia pohon yang bekerja keras? Bukan, karena dia tertanam di tepian sungai, di aliran air. Dia tidak pernah berhenti merenungkan Firman Allah.
Apa manfaat dari meditasi atau perenungan Firman Tuhan bagi kehidupanmu?

Monday, August 22, 2011

Firman-Ku Akan Terukir Dalam Hatimu - Bagian 1

Ada pemandangan yang menarik untuk diamati, dua anak kecil sedang bermain di pantai. Susie cilik sedang menulis surat untuk ibunya dengan tongkat di pasir. Dia menghias suratnya dengan daun, lalu membingkainya dengan ranting dan batu. Suratnya berbunyi aku mengasihimu mama, terima kasih sudah membawa kami ke pantai untuk bermain.
Kakaknya Billy tampaknya mengalami hambatan dalam menyelesaikan suratnya. Dia memakai karang, batang besi bekas dan palu dari kotak peralatan ayahnya di mobil. Billy tampaknya berusaha memahat pesannya di batu karang besar yang terdapat di pantai. Ketika Susie menyelesaikan sebuah maha karya, pekerjaan Billy tidak berbentuk sama sekali.
Susie tidak dapat menahan tawanya seraya berkata, “Kamu lambat sekali!” tawanya, “Mungkin suratmu baru selesai minggu depan!” Sambil berkata begitu, dia terjun ke air dan menghabiskan waktu siangnya berenang di pantai. Billy tidak berenang sama sekali. Dia hanya berdiri di situ dan memahat, sesenti demi sesenti, memahat pesan cinta. Butuh lima jam untuk menyelesaikan sebuah kalimat.
Pada waktu makan malam, kedua anak itu berlari dan bercerita pada orang tua mereka tentang kejutan yang sudah mereka siapkan yang akan mereka tunjukkan keesokan harinya. Mereka lalu naik ke tempat tidur, tetapi susah sekali tidur karena terlalu bersemangat membayangkan komentar ayah dan ibu keesokan harinya. Pagi harinya, sebelum sarapan, Billy dan Susie menarik tangan orang tuanya, mengajak mereka berlari ke pantai yang berpasir.
Susie terkejut sekali, karena master piecenya rusak terkena air pasang. Karya seninya yang indah, unik dan cepat selesai itu lenyap terkena pasang. Dia memilih cara yang mudah, tetapi karyanya hanya menarik ketika masih ada.
Tetapi ketika ombak besar menghempas di pantai, suratnya terhapus ombak. Billylah yang tertawa paling akhir. Tidak jauh dari situ, pada sebuah batu karang yang besar, terpahat tulisan ini: Mama dan papa, aku mengasihimu. Billy. Ombak juga berhempas atas batu itu. Tetapi ombak yang menghancurkan tulisan pasir Susie, akhirnya malah membersihkan kotoran dari pahatan Billy, dan membuat karang itu tampak lebih baik.
Orang tua Billy dan Susie sangat senang dengan usaha anak-anaknya. Mereka memakai kesempatan ini untuk mengajar anak-anak mereka. Mereka memangku Billy dan Susie lalu bercerita tentang perumpamaan rumah yang dibangun diatas pasir dan tentang memahat Firman Allah di hati.
“Kamu dapat mendengar Firman, membacanya bahkan mempelajarinya,” kata ayah, “tetapi ketika gelombang hidup datang, sering kali Firman itu tidak memiliki kuasa atas hidupmu. Tetapi jika kamu memahatnya di hatimu seperti memahatnya di atas loh batu... seperti yang dilakukan Billy pada suratnya, Firman itu akan selalu ada ketika gelombang hidup datang. Butuh waktu lebih lama untuk memahat Firman. Dan dunia di sekeliling kita mungkin akan heran mengapa kita menghabiskan banyak waktu untuk menghapalkan sesuatu yang dapat kita ambil dan baca kapan saja. Mereka tidak akan mengerti mengapa kita perlu menyisihkan waktu merenungkan Firman berulang kali sampai terukir di dalam hati. Tetapi suatu hari ketika pasang kehidupan datang, kita akan aman, seperti batu karang.”
Susie dan Billy tidak pernah melupakan pelajaran ini. Bahkan, setiap musim panas selama lima tahun selanjutnya, keluarga itu selalu berlibur di tempat yang sama. Dan setiap musim panas, saat mereka keluar dari mobil, mereka akan langsung berlari ke karang itu untuk melihat apakah pesan si Billy masih ada. Tahun demi tahun ketika mereka datang, kata-kata itu masih terukir di permukaan karang itu. Kedua anak itu mempelajari sebuah pelajaran penting ketika mereka masih sangat muda. Pelajaran yang belum diterima oleh sebagian dari kita. Konsekuensi tidak mengetahui pelajaran ini adalah harapan dan impian yang kandas ketika gelombang hidup datang menghancurkan dasar yang kita kira kuat.
Mari kita lanjutkan pelajaran kita tentang apa yang dikatakan Tuhan tentang hal ini. Kita telah belajar tentang kata pengantar Firman, sikap yang diharapkan Tuhan dari kita ketika kita membaca Alkitab, (Dia berharap kita bergetar karena bergairah). Kita telah melihat tentang mengejar Firman, (Tuhan berharap kita memandangnya lebih dari makanan pokok kita), dan akhirnya menjadi rekan Tuhan dalam Firman, (Bagaimana Dia memakai “penderitaan” untuk membuat kita tergantung dan mencari Firman). Sekarang kita tiba di tempat Firman itu (Bagaimana mendapatkannya dalam hidup kita supaya menghasilkan buah yang tetap).
Tujuan dari Firman Tuhan bukan hanya sekedar pendidikan, walaupun pendidikan itu penting. Seperti yang sudah kita bicarakan sebelumnya, dalam Firman perlu ada pewahyuan, penjelasan, pencerahan, dan akhirnya penyederhanaan. Seluruh tujuan pengajaran Tuhan dari Firman-Nya, seperti yang kita temukan dalam Khotbah di Bukit, adalah Tuhan yang Kekal mengambil keabsolutan karakternya dan membuatnya sederhana, jadi yang menjadi persoalannya pada akhirnya adalah apakah kita mau taat atau tidak. Inilah pelajaran Alkitab yang sejati. Ketika kita melihat pelajaran kita hari ini, kita akan mengetahui bahwa banyak dari bacaan kita, pelajaran kita, dan pendengaran akan Firman Tuhan termasuk kategori surat Susie di pasir. Tidak butuh kerja keras untuk menghasilkannya dan tidak akan tersisa ketika ombak kehidupan menerjang.
Kuncinya adalah: Firman harus tinggal tetap. Firman harus ditaruh di tempat yang aman dan mudah dijangkau. Pemazmur sadar akan hal ini. Dia membuat prinsip ini sebagai bagian yang integral dalam penjelasannya tentang apa itu Firman Tuhan dan apa yang dilakukanNya.
Cara menyimpannya berhubungan dengan kata ini; kata yang sering disalahgunakan dan jarang dipatuhi. Kata itu adalah meditasi. Ini adalah kunci penting dalam transformasi yang dilakukan Roh Kudus atas Firman dalam hidup kita, tetapi banyak orang Kristen yang tidak dapat menjelaskannya, tidak mengerti tentang hal ini, dan jarang mempraktekkannya.
Tetapi inilah yang dilakukan oleh Pemazmur. Dengarkan saja pernyataannya.
Mazmur 119: 23 hamba-Mu ini merenungkan ketetapan-ketetapan-Mu.
Mazmur 119: 48 aku hendak merenungkan ketetapan-ketetapan-Mu.
Mazmur 119: 78 aku akan merenungkan titah-titah-Mu.
Mazmur 119: 97 Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.
Mazmur 119: 99 peringatan-peringatan-Mu kurenungkan.
Kata merenungkan dalam ayat-ayat ini dalam bahasa aslinya sebenarnya adalah meditasi. Prinsip ini, seperti yang akan kita lihat, secara literal mendominasi keseluruhan Mazmur 119. Jadi kita mesti mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang meditasi.
1. Apakah meditasi itu?
2. Apakah yang dihasilkan melalui meditasi?
3. Kapan kita bermeditasi?
4. Bagaimana cara meditasi?