Sunday, January 30, 2011

Kekuatan dan Kebesaran Zaman Ini versus Anugerah Dalam Kelemahan untuk Gereja Tuhan - Bag. 1

Kapan engkau mengisi “data pribadi/curriculum vitae” terakhir kali? Sekarang ini mengisi data pribadi/curriculum vitae tidaklah semudah dahulu. Sekarang ini sudah tersedia jasa dengan orang-orang tertentu yang pekerjaannya khusus untuk membantu kita dalam melengkapi data pribadi kita agar terlihat baik. Bahkan ada pula program komputer khusus yang melakukannya untuk kita. Keduanya memiliki persamaan: memperbesar kelebihanmu bahkan terkadang sampai tingkat yang tidak masuk akal untuk menciptakan “gambaran” yang baik tentang dirimu.
Kini biasanya kita harus mampu melakukan empat hal, supaya dapat menjual diri pada perusahaan yang bonafit dan keempatnya merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Alkitabiah:
1. Engkau harus mengabaikan kelemahanmu.
Tidak ada yang peduli jika engkau meminta terlalu tinggi tetapi engkau harus mengabaikan kelemahanmu dan berdusta untuk menutupinya. Orang-orang zaman ini mengatakan itu adalah strategi marketing yang “kreatif” tetapi Tuhan berkata, “itu adalah dusta” dan engkau yang berada dalam “dusta” apapun, baik dusta yang nampaknya untuk kebaikan maupun dusta yang dipergunakan untuk kejahatan, kebenaran tidak ada dalam dirimu dan posisimu sedang melawan yang Maha Tinggi karena bekerja sama dengan roh pendusta.
2. Engkau harus melebih-lebihkan kemampuanmu.
Ketika engkau akan membintangi sebuah drama, maka engkau harus menuliskan: "Memiliki Kemampuan teater dan Dapat Tampil Memukau Di depan Orang Banyak". Lupakan saja dengan kenyataan kalau sebenarnya saat itu engkau bahkan tidak berani tampil di depan lima orang saja. Engkau lalu akan mengambil kejadian kecil dalam hidupmu lalu mencoba untuk membesar-besarkannya untuk dipublikasikan untuk meyakinkan orang-orang disekitarmu. Inilah yang kemudian yang akan engkau akui sebagai kemampuanmu, lagi pula kemampuanlah yang dicari dalam berbagai aspek kehidupan.
3. Mengganti hal-hal yang khusus dengan hal-hal yang umum.
Ketika engkau hanya mampu mengerti perintah-perintah singkat dan prosedur-prosedur yang komplek justru membuatmu panik tetapi engkau akan menulis: "berbakat dalam melakukan tugas-tugas yang jelas.” Memang tidak mengatakan yang sebenarnya, tapi tentu baik untuk keuntunganmu.
4. Menciptakan gambar diri yang baru yang harus terlihat “baik”.
Engkau bukan lagi “tidak bisa komputer” tetapi “tertantang secara digital” . Ketika engkau sebenarnya bahkan tidak bisa mengeja maka engkau adalah “orang yang kreatif dengan kata”. Engkau sering melupakan details, maka akan dikatakan sebenarnya engkau adalah “visioner global”. Memiliki masalah dengan ketepatan waktu? Sebutlah dirimu “desainer manajemen waktu”. Ketika engkau tidak bisa menjumlah dua dan dua? Maka engkau pasti “ahli matematika kontemporer”.
Gejala di jaman ini adalah “Jangan katakan hal yang buruk tentang diri Anda.”
Perusahaan hanya ingin mengetahui kemampuan Anda, kekuatan Anda, kepandaian Anda. Jadi kita tertantang untuk menciptakan kata-kata baru dan kosa kata baru untuk membuat “citra/gambar diri” yang terlihat baik dan melupakan kenyataan sebenarnya sampai kita mempercayai dusta itu sendiri. Lalu kita membela diri dengan mengatakan seperti yang kitab Amsal katakan bahwa kita adalah seperti yang kita pikirkan. Lagi pula yang dicari dunia adalah kelebihan dan bukan kelemahan, maka kita telah masuk dalam jerat dan perangkap iblis, bapa dari segala pendusta.
Kekuatan zaman ini selalu digambarkan dalam konteks fisik dan materi. Atlet yang ingin sukses sering menyuntikkan “steroid” sampai ia cukup besar untuk menutupi badan jalan. Dalam dunia bisnis dan keuangan, kekuatan selalu diukur dengan pembelian, aset-aset yang menggunung, jumlah kekayaan yang besar, pengambil-alihan, dan merger.
Masalahnya bukanlah kualitas barang anda, tetapi berapa banyak saingan yang telah engkau buat bangkrut sampai engkau dapat memegang kontrol sepenuhnya. Semakin besar kekuasaan dan kendali anda, menurut dunia, berarti itu semakin baik dan semakin berhasil.
Dalam dunia retail, kekuatan diukur lewat pertumbuhan dan kapasitas. Hipermarket-hipermarket sekarang menjual apa saja dari sabun sampai mesiu, dari pengeras suara sampai sepatu skets. Engkau dapat membeli belanja bulananmu di ujung yang satu sekaligus membeli perangkat elektronik di ujung yang lain. Hipermarket menjual segala jenis kebutuhan. Tidak ada yang berani membuka usaha baru lagi, karena lebih baik menjadi mata rantai dari perusahaan besar atau membeli “franchise” daripada “bangkrut” dan rugi.
Inilah yang akan membuat engkau dikenal dan dikagumi pada zaman seperti sekarang ini. Tidak peduli kreatifitas menjadi seperti keledai, tetapi yang jelas ini lebih aman, karena lebih besar. Bahkan profesi medis telah tertular dengan gejala ini. Tidak ada lagi “rumah sakit kecil yang ramah pelayanan”. Rumah sakit jenis ini tidak akan dapat bersaing dan tutup.
Agama juga telah masuk perangkap “kekuatan/ilah besar zaman ini”. Gereja tidak lagi mengukur keberhasilan dari banyaknya kehidupan yang dapat diubahkan, tetapi lewat besarnya anggaran, ukuran gedung, rasio kedatangan, jumlah pelayanan, dan bahkan kini banyak terdapat “gereja-gereja satelit” yang terhubung dengan gereja induk sehingga mereka dihitung menjadi satu. Mereka sebenarnya bukan lagi disebut “gereja”, tetapi “kampus”. Kita sekarang menilai pekerjaan Tuhan lewat “kekuatannya” dan “kebesarannya”. Sindrom gereja-gereja besar bahkan telah menarik perhatian pers dari dunia sekuler, yang sekarang mencari pendeta-pendeta besar jika mereka ingin meminta pendapat tentang isu-isu terbaru. Lagi pula mereka adalah gembala dari gereja-gereja terbesa, maka mereka menilai pastilah juga “kuat secara spiritual”.
Daftar ini dapat terus berlanjut. Dunia masa kini sedang berputar dalam kepompong yang dinamakan “kebesaran dan kekuatan”. Dalam waktu tidak lama lagi akan hanya ada satu perusahaan komputer, satu perusahaan elektronika, satu perusahaan makanan dan minuman, satu perusahaan kendaraaan pribadi, satu pelayanan rumah sakit bahkan satu gereja besar. Lalu mereka akan saling terhubung dan berjual-beli satu sama lain sehingga ketika engkau menyalakan komputer IBM maka engkau harus berjanji untuk membeli Coca Cola dan Big Mac sebelum engkau memulai program-mu, atau engkau tidak akan dapat meneruskannya.
Besar, Kuat dan Berkuasa. Ini adalah penyakit zaman ini. Lenyap pulalah karakter, integritas, dan pelayanan dengan ketulusan hati. Lenyap pula hubungan yang manis dan penuh kebahagiaan karena kesempatan berbicara semakin berkurang dengan anggota keluarga dan orang-orang yang kita kasihi.
Apa sebenarnya obsesi manusia lewat kekuatan dan ukuran? Dimana letak kesalahannya? Jawabannya kembali ke masa lampau ketika iblis mulai menggoda Hawa dengan membujuknya untuk “tidak merasa puas kecuali dengan semuanya.”
“Tidak boleh makan buah dari pohon itu? Kenapa tidak? Apa hak Tuhan untuk menyembunyikan sesuatu darimu? Jika engkau ingin menjadi yang terbaik, maka engkau patut mendapatkan semuanya.” Jadi Hawa ingin mengejar semuanya dan kehilangan segalanya. Rencana Tuhan berbeda dari rencana manusia. Tuhan melihat kekuatan secara internal/dari dalam, manusia melihat kekuatan secara fisik/dari luar. Tuhan melihat kebesaran hati manusia tetapi manusia melihat rekening bank dan harta benda materi.
Jadi Tuhan harus melakukan sesuatu untuk mengembalikan semua itu ke perspektif semula. Lalu Tuhan menciptakan sesuatu yang disebut “kasih karunia”. Kasih karunia adalah jalan kembali ke posisi awal, posisi semula. Ini adalah “komoditi” yang hanya dapat bekerja dengan baik dalam kelemahan seseorang bukan pada kekuatannya. Kasih arunia mulai bekerja ketika manusia justru merasa tidak mampu. “Kasih karunia” hanya dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh manusia itu sendiri. Ia hanya dapat bekerja jika manusia tahu bahwa ia tidak memiliki kekuatan dan kemampuan. Ketika seseorang merasa dirinya semakin kuat, maka semakin sedikit pula “ kasih karunia” yang akan ia terima. Ketika seseorang merasa mereka semakin layak mendapatkan apa yang inginkan, maka semakin sedikit pula “kasih karunia” yang melingkupi mereka.
Tidak heran 2000 tahun lebih telah berlalu dan manusia sampai kini masih tetap dikaburkan dengan prinsip tentang “kasih karunia”. Orang-orang Kristen memang dapat menerima bahwa Tuhan memberikan mereka “kasih karunia” untuk menyelamatkan hidup mereka dan mereka telah mengalaminya. Tetapi ketika mereka mencoba untuk masuk lebih dalam kepada “kasih karunia transformasinya” Tuhan yakni kekuatan yang disediakan Tuhan bagi orang-orang percaya di dalam Kristus, yang mau menyatakan dengan “kerendahan hati” bahwa di luar Tuhan, ia tidak dapat melakukan apa-apa maka mereka lalu akan merasa terganggu bahkan memberontak. Hal semacam itu terlalu asing bagi pikiran mereka. Ketika masyarakat bergegas menuju Armagedon, dan kekuatan manusia menjadi tolak ukur dari kesuksesan di segala aspek kehidupan mereka, kita yang menyebut diri orang-orang Kristen tampaknya semakin tertinggal karena sulit menerima konsep hidup yang dikendalikan oleh “kasih karunia” seperti generasi-generasi terdahulu dari orang-orang percaya.
Baca dan renungkanlah kesaksian hidup orang-orang besar yang hidup dalam iman mereka yang telah menang dalam banyak ujian. Bacalah tentang Mueller, Chambers, Nee, Ironside, Pink dan Fenelon. Setiap kata yang mereka tuliskan menyebarkan kewangian akan kekuasaan Tuhan dan kebesaran Tuhan dan kasih Tuhan. Dipenuhi dengan pengenalan akan Tuhan yang sebenarnya, mereka menghabiskan waktu dalam hadiratNya, sampai talenta dan kemampuan mereka bermandikan keharuman kasih karunia Tuhan dan setiap ekspresi dari Firman Tuhan yang mereka katakan adalah selalu tentang apa yang dapat Tuhan dilakukan dan bukan manusia.
Tetapi sekarang literatur-literatur Kristen yang tersedia baik yang fisik maupun yang elektronik, isinya sekarang adalah lautan informasi dan bacaan tentang “Bagaimana caranya – How To“ yang memfokuskan pada masalah-masalah manusia lebih daripada keberadaan dan kebesaran Tuhan dan membesar-besarkan metode-metode manusia lebih daripada cara Tuhan yang Maha Tinggi. Tidak sulit untuk mencari informasi tentang apa yang harus dilakukan mengenai sesuatu tetapi akan sangat sedikit sekali bacaan atau informasi yang berbicara tentang benih kerendahan hati dan tentang luar biasanya penyediaan Tuhan yang akan dilepaskan ketika manusia memberikan diri untuk dibentuk sesuai dengan kehendakNya. Bahkan para ahli teologi dan para penginjilpun telah kehilangan kuasanya karena kita telah masuk ke Ruang Maha Kudus Tuhan dan memutuskan untuk turut campur tangan dalam usaha memperluas kerajaanNya.
Saudara-saudariku, kerajaan surga, Tuhan sendirilah akan yang membangunnya, bukan hasil pekerjaan manusia, kita hanya perlu turut bekerja sama dalam ketaatan akan Dia. Biarkan Tuhan yang menyelesaikan setiap masalah. Gereja adalah milikNya, bukan milik manusia. Sampai kita mengalami sendiri bahwa kerajaan, kuasa dan kemuliaan adalah milik Tuhan maka segala kerja keras kita akan menjadi sia-sia seperti yang dikatakan raja Salomo dalam kitab Pengkhotbah bahwa semua yang ada di bawah matahari adalah kesia-siaan, karena kita berusaha membangun rumah buatan manusia untuk didiamiNya, program buatan manusia untuk dikerjakanNya, dan kemuliaan buatan manusia untuk dibagi denganNya dan semua hal itu sudah pasti tidak akan pernah terlaksana.
Karena sesungguhnya “kasih karunialah” yang membuat segalanya dapat terlaksana. Kita telah mengetahui secara sederhana tentang kedahsyatan kuasa karunia dan keunikannya saat melingkupi ketidak-berdayaan kita. Ingatlah cara Tuhan mendemostrasikan kasih karunia itu dengan memilih keserupaan dengan kita, mengadopsi kita, menerima kita dan memuja kita, serta membayar harga secara total untuk mentransplantasikan diriNya dalam kehidupan rohani kita melalui kasih AnakNya yang terkasih. Semakin kita mengerti apa yang telah dilakukanNya dan pengorbanan yang Ia lalui, maka akan semakin besar pula rasa kagum kita saat kita menerima kasih karunia-Nya yang cuma-cuma, luar biasa, berkuasa dan kekal itu. Dan semakin besar rasa kagum itu, maka semakin perlu bagi kita untuk merendahkan diri supaya Tuhan mau mempertimbangkan untuk mengaruniakan porsi karunia yang lebih besar lagi kepada kita.
Kerendahan hatilah yang dapat memperlengkapi kita untuk menerima “karunia yang memampukan”. Kita dapat membaca dalam Efesus pasal 1 dan 2, bahwa “karunia yang memampukan”, walaupun cuma-cuma, tidak layak kita terima, berkuasa dan kekal, dapat kita terima jika kita memintanya dan memintanya dengan sikap hati yang tergantung pada Tuhan, perasaan tidak layak dan kerendahan hati. Tetapi ketika kita merasa bahwa kita patut menerima kasih karunia itu atau ketika kita merasa tidak memerlukannya maka Tuhan akan melawan kita dan aliran kasih karunia akan berhenti.
Sayangnya bagi kebanyakan orang kristen, situasi seperti itu telah berlangsung seumur hidup mereka baik mereka menyadarinya atau tidak. Orang Kristen dapat menjalani keberadaan mereka sepanjang hidup mereka dengan mencoba hidup “untuk” Tuhan dan tidak pernah membiarkan sukacita sejati mengalir dalam kehidupan mereka melalui “kasih karunia” Tuhan dengan membiarkan aliran karuniaNya memenuhi dan bekerja “melalui” hidup mereka. Tuhan ingin supaya kita turut masuk dalam hal-hal yang telah Ia persiapkan.
Tuhan sering kali mengijinkan timbulnya kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam hidup kita supaya kita datang dan berteriak meminta anugerah dan kasih karuniaNya untuk menolong kelemahan dan ketidakberdayaan kita tersebut. Ingatlah selalu, saat kita masuk dalam situasi yang tidak bisa kita atasi secara manusiawi sesungguhnya saat itu kita akan merasakan kebutuhan akan pertolongan supranatural Tuhan. Kebutuhan tersebut akan membawa kita kepada karunia kesabaran, karunia penghiburan, karunia kasih agape, karunia penundukan diri, karunia kekudusan dan karunia otoritas yang baru. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan kita secara supernatural ketika kita menyadari ketidakmampuan dan ketidakberdayaan kita.
Mari sekarang kita mempelajari tentang prinsip praktis dalam kehidupan kekristenan tentang bagaimana cara Tuhan menyediakan anugerah dan kasih karuniaNya saat kita membutuhkannya dan bagaimana supaya anugerah dan kasih karunia itu bekerja dan bersinar melalui kita sehingga memberikan dampak yang membawa orang lain pada Kristus. Kita akan mulai dari sisi dalam diri kita yang paling rapuh, karena dari situlah pintu awal datangnya kasih karunia, yakni ketika kita lemah.
Ini adalah batu pondasi penyingkapan karunia Tuhan, tidak peduli bagaimanapun keadaan orang yang membutuhkan karunia itu saat ini, ketika ia berpikir sedikit saja bahwa ia dapat mampu mengatasi masalah itu, maka ia telah memadamkan kobaran api Roh Tuhan/Roh Kudus yang ingin mengalirkan karunia itu bekerja atas orang itu.
Pengakuan akan kelemahan dan keterbatasan manusialah yang akan membuka jalan bagi kekuatan ilahi untuk bekerja secara supranatural.
Pengakuan atas keterbatasan manusia inilah yang sangat dibenci oleh “kedagingan” manusia karena hati dan pikiran manusia telah disarati oleh rupa-rupa keangkuhan dan kesombongan dari roh-roh kegelapan yang juga telah menyebabkan kejatuhan mereka. Manusia biasanya akan berusaha sedemikian rupa untuk menutupi atau membenarkan ketidakmampuan merewa lewat bermacam cara dan bahkan akan berpura-pura seakan-akan mereka mampu padahal pada saat yang sama mereka menyadari dan mengetahui dengan pasti apabila mereka sesungguhnya tidak mampu dan tidak berdaya tetapi mereka menolak untuk datang kepada Tuhan dengan hati yang hancur untuk mengakui ketidakmampuannya. Dan apabila mereka mau melakukannya, mereka hanya melakukannya sesekali dan “meminta” yang Maha Kuasa untuk segera menjawab permintaan mereka sebelum mereka menjadi “sangat marah” karena usaha mereka sepertinya sia-sia.
Ingatlah, bahwa Tuhan selalu melihat ketulusan dan kesungguhan hati sebelum Ia “mengucurkan” aliran karuniaNya dengan “berkelimpahan” apabila kita mau tetap setia menanti-nantikan Tuhan sampai tanganNya terulur dengan tongkat emasNya untuk menolong kita. Ia sedang mencari dan mengawasi mereka yang akan memberikan dirinya dan hidupnya dalam “penyerahan total”. Bagi sebagian kita, ini adalah hal yang sangat sulit dan memerlukan proses yang lama. Tetapi Ia sabar, Ia menunggu dengan lembut, Ia mendengar setiap permohonan kita dan pada saat yang sama Ia melihat segala jerih payah yang sebenarnya tidak perlu kita lakukan seandainya kita mengerti dengan benar tentang kasih karuniaNya, tetapi Ia sabar menunggu kita ditengah segala ketidakmengertian kita bahkan seringkali ditengah kemarahan dan kekecewaan kita kepada Tuhan dan kasih karuniaNya.

Persiapan bagi Anugerah
Perhatikanlah, proses untuk mempersiapkan hati manusia untuk menerima anugerah dan kasih karunia Tuhan, dan secara khusus mengajarkan cara berserah sepenuhnya kepada Tuhan telah dimulai sejak dahulu kala.
Pada awalnya, Tuhan menciptakan manusia menurut citra atau gambarNya. Biasanya yang perlu dilakukan olehh suatu gambar hanyalah “taat”. Bayangan gambarmu di depan kaca sebenarnya merupakan refleksi siapa dirimu. Bayangan itu melakukan apa yang engkau lakukan, karena engkau adalah yang nyata. Tujuan penciptaan dari Sang Pencipta adalah agar supaya citraNya atau gambaranNya melukiskan kehendak dari Sang Pencipta menjadi “nyata”.
Tetapi Tuhan Sang Pencipta, dalam kasihNya, telah merancang manusia sekaligus melengkapinya dengan “kehendak bebas”. Tuhan menciptakan manusia dan memberi mereka kemampuan untuk memandang Sumber Yang Sejati tetapi juga sambil “memutuskan dari waktu ke waktu bagaimana untuk bertindak sebagai citra atau gambaran dari Sumber Yang Sejati itu. Manusia hanya dirancang sebagai citra atau gambaran dan bukanlah sumber. Tetapi citra atau gambaran itu harus membuat pilihan karena Sang Pencipta sangat mengasihi citra atau gambaran ciptaanNya itu.
Lalu masuklah dosa sehingga masuklah kutuk. Manusia, sang citra atau gambaran tadi telah membuat keputusan yang salah. Hawa salah memilih dan Adam menyetujuinya. Mereka memilih untuk menjadi “sumber” yang tidak sempurna dan bukannya memilih untuk menjadi citra atau gambaran yang taat. Mereka mengambil keputusan di bawah bujukan dan tipu daya setan, supaya menjadi seperti Tuhan. Sekarang masuklah kekacauan, kebingungan dan kematian karena mereka bukannya memandang sepenuhnya kepada Tuhan dan mengijinkan kuasaNya serta pilihanNya menjadi pilihan mereka tetapi Adam dan Hawa telah memilih untuk mengambil keputusan sendiri, mempergunakan “sedikit kuasa” yang mereka miliki dan membuat Tuhan menjadi semacam “jin dalam botol” yang akan mereka panggil hanya jika mereka membutuhkan.
Pada awalnya seluruh ciptaan Tuhan yang lainnya dirancang agar dapat dinikmati manusia. Dalam kitab Kejadian 1:27-30, Tuhan menyerahkan kunci ciptaanNya kepada manusia:
27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikanikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."
29 Berfirmanlah Allah: "Lihatlah, Aku memberikan kepadamu segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan menjadi makananmu.
30 Tetapi kepada segala binatang di bumi dan segala burung di udara dan segala yang merayap di bumi, yang bernyawa, Kuberikan segala tumbuh-tumbuhan hijau menjadi makanannya." Dan jadilah demikian.
Seluruh ciptaan menjadi bagian kita. Segala sesuatu yang diciptakan Tuhan, Ia membuatnya supaya dapat kita nikmati. Dia hanya membuat satu pengecualian kecil dan maksudnya adalah untuk kebaikan kita dan bukan untuk kepentingan-Nya. Hanya ada satu pohon yang tidak boleh dijamah manusia. Tentu saja pada akhirnya Hawa mendengarkan suara orang asing dan diikuti oleh Adam, lalu manusia jatuh ke dalam jerat dosa. Apa akibatnya? Kekuasaan manusia telah diambil, karena ia bukan lagi citra atau gambaran yang taat.
Dan sekarang manusia memiliki pilihan yaitu hidup menurut keputusannya sendiri atau taat pada Allah. Tetapi kecenderungan manusia sejak saat itu adalah mencoba melakukan segala sesuatu dengan kekuatannya sendiri padahal Tuhan begitu ingin mengaruniakannya secara supranatural. Bahkan alam semesta yang memang dirancang untuk memenuhi kebutuhan manusia kini telah menjadi musuh manusia. Karena kuasa Tuhan, yang sejak semula telah menciptakan dan mempertahankan keberadaan alam semesta, kini tidak lagi menjadi “sumber kekuatan” manusia. Kita membaca dalam Kejadian 3:16-19:
16 Firman-Nya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu."
17 Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:
18 semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuhtumbuhan di padang akan menjadi makananmu;
19 dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkauakan kembali menjadi debu."